KATING ANEH: EMPAT PULUH DELAPAN.
️️ ️️
️️ ️️
Hari kedua hampir berlalu. Setelah kelar main di Dufan seharian, Jean dan Tian belum balik ke kamar. Alih-alih, mereka lagi berdiri di dekat pagar pembatas pantai, sambil lemparin pandang ke air laut yang lagi tenang. Semilir angin juga lagi giat-giatnya hantam tubuh mereka, ciptain suasana adem dan damai.

"Ti."

Begitu namanya dipanggil, Tian refleks noleh ke sebelah kiri. Atensi yang awalnya lagi terpaku sama pemandangan, kini diarahin lurus-lurus ke Jean. Karena nggak mau bikin gebetannya natap sendirian aja, Jean akhirnya noleh juga untuk bikin manik mereka saling bersirobok.

"Are you happy?"

Sekarang, Tian agak bingung karena dikasih pertanyaan semacam itu. Jelaslah dia lagi bahagia banget, apa nggak kelihatan dari mukanya?

"I am, extremely. Emang nggak kelihatan, ya?"

"Kelihatan," ngejeda sebentar, Jean terkekeh, "tapi gua mau make sure aja dengan nanya langsung."

Tian ikut ketawa waktu denger timpalan itu, sebentar aja sebelum dia juga ikut komentar, "Gua seneng banget. Udah lama nggak ngerasa seseneng ini."

Dalam hati, Jean udah gaungin puja-puji ke Tuhan. Dia bersyukur bisa bikin cowok manis yang disayangnya itu sumringah. Karena udah dapat jawaban kayak gitu, dia semakin yakin sama keputusan dan rencananya yang akan direalisasiin saat ini juga.

"Ti," nggak lagi ngehadap ke depan, tubuh Jean sengaja diputar supaya bisa ngarah ke Tian, sambil tetap lekatin pandangannya, nggak bergeser ke titik lain barang sejengkalpun.

"Gua tau, gua udah pernah confess soal perasaan gua. Lu juga udah tau kalau gua suka sama lu. Tapi, sekarang, gua mau ungkapin semuanya secara serius, mumpung momennya lagi mendukung."

Tian cuma bisa bergeming, dia mau tunggu sampai cowok di hadapannya itu rampung sama tuturannya. Meskipun diem-diem aja, ada banyak perasaan yang menggeliat di dalam lubuknya. Mulai dari senang, cemas, takut ... all of the feelings are getting mixed up and tingling him, kayak lagi ada kupu-kupu terbang di dalam perutnya, apa lagi dibarengi sama degup jantungnya yang kenceng bukan main.

"Tian, gua suka sama lu, gua sayang sama lu. Lebih dari itu, I love you so freaking much. Nggak muluk-muluk, gua mau ada di sisi lu, jagain lu, lewatin hari-hari sama lu, temenin lu di saat ups and downs."

Jean ngerjap bentar. Kok bahasanya jadi kayak bahasa janji suci di pernikahan, ya? Tapi ya udah, bodo amat, dia lanjutin aja.

"I can't promise you anything, but I'm willing to show and give you my everything. Jadi, Ti ... lu mau nggak jadi pacar gua?"

Hening.

Satu, dua, tiga ... masih hening.

Agak-agak speechless, Tian nggak tahu mesti bereaksi kayak apa. Dia cuma bisa cengo, bikin Jean kebingungan.

"Anyway, kalau nggak mau dijawab sekarang─"

"MAU!"

Omongan Jean langsung disela sama sahutan kencang, disusul sama pelukan erat yang diinisiasi oleh Tian. Cowok manis itu tenggelamin wajahnya di pundak Jean, nyumputin senyumnya yang lebar banget. Terkekeh sejenak, Jean akhirnya balas pelukan itu dengan rengkuhan yang serupa. Mereka saling dekap-dekapan kayak gitu selama beberapa detik, sebelum Tian yang lebih dulu ngelepasin.

"Lu apaan, sih?! Ngapain pake nembak kayak gini, argh─aduh, gua nggak tau mau ngomong apa, deh."

Ketawa. Iya, Jean ketawa, lumayan terbahak gitu. Soalnya ekspresi Tian lucu banget, mana barusan mencak-mencak juga.

"Cieee, salting, ya?"

"Bacot!"

"Hahahaha, gemes!"

Sebelah tangan punya Jean udah berkelana, jari-jemarinya singgah di puncak kepala Tian untuk usak-usak helai rambut halus itu sampai berantakan.

"Ih, diem!"

Makin dilarang, Jean makin gencar acak-acakin rambut Tian, bikin pemiliknya manyun-manyun pasrah. Habis itu, helaan napas lega yang mencuat dari bibir Tian. Dia udah nggak deg-degan, seluruh rasa cemasnya udah hilang nggak bersisa, tinggal berbunga-bunga aja yang masih singgah.

"Lu, tuh, aneh banget ya."

"Hm?" sebelah alis Jean naik, heran sama pernyataan tiba-tiba itu, "aneh gimana?"

"Ya, aneh! Kelakuan lu. Waktu pertama kali, lu nge-chat dengan cara yang nggak sopan banget, mana pas gua spill, lu minta take down terus nganggep kalau perbuatan lu itu wajar lagi. Gua langsung mikir ... idih, ini kating aneh banget."

"Hahahaha!" refleks ketawa, Jean setuju sama omongan Tian kalau dia aneh banget waktu itu, "iya bener, gua lagi bego banget pas itu. Soalnya gimana, ya, gua naksir banget sama lu, terus ya gua pikir deketin lu lewat jalur ngewe itu paling ampuh."

"Tolol," Tian spontan ngumpat, sambil geleng-geleng nggak percaya, "tapi, ya, people change. Imej lu sekarang udah bukan kayak kating aneh lagi menurut gua, tapi masih aneh, sih."

"Kok masih aneh? Gua aneh di mananya?"

"Aneh, soalnya bisa bikin gua sesayang ini sama lu."

Jean salting, dia sontak pukul-pukul pagar pembatas dengan heboh, "Jiaaakh, bisa aja lu, Supri!"

"Tai."

"Hahahaha!"

Keduanya ketawa, cekikikan, haha-hihi pokoknya, anggaplah lagi ngerayain hari bahagia mereka. Tangan mereka yang nganggur juga akhirnya saling genggam, tautin jari-jemari, mengingat udara di situ lagi semriwing juga jadi pegangan tangan aja biar hangat.

"Ti, thank you for existing."

Terhadap ucapan lembut penuh afeksi itu, Tian lemparin senyum lima jari, sebelum bubuhin sebuah kecupan tepat di pipi pacarnya yang cakep banget itu.

"Je, thank you for letting me know how amazing the feeling of being in love is."

They are madly in love with each other and they are happy with it, apa lagi udah nggak ada yang halangin langkah mereka sekarang. Meskipun mereka nggak tahu apa yang bakalan nyamperin hubungan mereka ke depannya, tapi mereka siap untuk hadapi itu berdua.

Edit
Pub: 26 Feb 2022 08:56 UTC
Edit: 26 Feb 2022 11:29 UTC
Views: 1960