KATING ANEH: ENAM.
️️ ️️
️️ ️️
Tian udah expect ini. Seberapa keras usahanya buat menghindar, dia pasti tetep bakal dikasih jalan untuk jadi semakin dekat. Dia tahu pasti kalau yang namanya satu kepanitiaan itu nggak akan mungkin nggak berurusan antardivisinya. Kayak sekarang, entah memang nasib Tian yang jelek atau gimana, dia udah dikasih amanah buat nyamperin anak Logistik─yang mana, itu divisi tempat Jean bernaung.

Ya, memang nggak ke Jean, sih, tapi ke Gusti alias Ketua Divisi Logistik. Cuma 'kan nggak tahu juga, ya. Bisa aja Jean ikut nemenin atau ngintilin, kali aja Gusti butuh bantuan Jean untuk angkatin barangnya.

Or even worse.

Well ... it's indeed even worse.

Tian udah sampai di ruang himpunan, tempat di mana awalnya Malik dan Gusti janjian, soalnya memang barang dan perlengkapan untuk FEB Cup disimpan di sana semua. Pas udah berdiri di lawang pintu, Tian nggak lihat siapa-siapa, nggak satupun panitia FEB Cup atau juga anak himpunan, kecuali Jean.

Meskipun baru bertatap muka sekali waktu di toilet, Tian udah hafal muka cowok itu. Of course, nggak mungkin dia nggak hafal tampang orang yang udah ditandain sama dia, sebagai sumber masalah yang patut dihindari.

Sementara itu, Jean yang ngerasain ada presensi orang lain refleks nengok. Agak kaget, sampai kedua matanya membulat secara nggak sadar, tapi buru-buru dikendaliin lagi ekspresinya. Dia nggak tahu kalau Tian yang nyamperin, Gusti cuma titip pesan kalau ada anak Humas yang bakal datang, tapi nggak ada aba-aba atau informasi rincinya.

It's very awkward. Tian sendiri udah jalan, merangsek masuk ke dalam ruangan, tapi masih belum ada dari mereka berdua yang mulai percakapan.

"Gua dapet amanat buat ambil titipan Kak Malik."

Akhirnya, Tian buka suara. Jean langsung gerak gesit, puter balik badan untuk ambil barang yang dimaksud. Sebetulnya nggak banyak, cuma spanduk dan setumpuk helai kertas yang bakal dipakai untuk publikasi acara.

"Ini," nggak ada ba-bi-bu dulu, langsung aja perlengkapan yang udah dibalut kantong kresek itu disodorin ke arah Tian.

"Thanks."

Nggak mau banyak berinteraksi, Tian bergegas untuk keluar ruangan, sebelum niatnya dikacauin Jean karena ucapan yang dilontarnya.

"Untuk yang waktu itu," jeda dikasih, ngumpulin keberanian dulu, "gua minta maaf."

"Can we still be friends?"

Menghela napas. Tian beneran menghela napas, kedengeran agak berat. Pikirannya lagi sibuk, dia mikir kenapa bisa ada orang se-nggak tahu malu ini, se-nggak tahu diri ini, se-nggak paham kondisi ini. Tian sendiri bukan tipikal pemilih teman, dia bisa kok berteman sama siapapun. Cuma masalahnya, impresi pertama dia ke Jean udah jelek banget, dia udah ilfeel dan mutusin untuk nggak libatin dirinya sendiri sama cowok itu.

Tian hampir muak. Dia mau selesaiin semuanya, sekarang juga, supaya Jean nggak ngejar dia lagi.

"Kak."

Bukannya jawab, dia malah manggil. Tubuhnya udah berhadapan lagi sama Jean, dia gerakin kakinya, ciptain langkah-langkah lebar ke depan sampai akhirnya berhenti tepat beberapa inci aja di hadapan lawan bicaranya. Deket banget pokoknya.

"Lu mau ngentot sama gua, 'kan?"

Sambil nanya gitu, pandangannya diarahin tepat ke sepasang bola mata punya Jean, natap kakak tingkatnya itu lekat-lekat. Raut mukanya udah diisi keseriusan.

"Ayo. Ngentot sama gua sekarang."

Edit
Pub: 08 Feb 2022 05:49 UTC
Edit: 08 Feb 2022 06:40 UTC
Views: 4487