KATING ANEH: TIGA PULUH DELAPAN.
️️ ️️
️️ ️️
Warung Mbok kalau malam-malam gini nggak begitu padat pengunjung, apa lagi sekarang udah sedikit lewat jam makan malam. Well, Tian dan Jean baru aja mau makan. Mereka habis selesai evaluasi FEB Cup yang ternyata raup sekitar dua jam doang.

Tadi Malik hadir, udah pasti, mengingat dia salah satu pihak penting di FEB Cup. Untungnya, nggak ada kejadian yang berarti di antara Malik dan Tian. Mereka nggak bertegur sapa, paling-paling ada interaksi waktu Malik paparin evaluasi atas kinerja anggota-anggotanya selama sebulan setengah itu. Selebihnya, Tian aman dari marabahaya apapun yang bisa aja terjadi─mengingat kemarin Malik sempat berlaku kasar terhadapnya.

Lagian, kalau ada apa-apa, banyak orang yang singgah di situ. Jean juga tadi sempat pantau Tian sesekali dari kejauhan, cuma untuk pastiin kalau gebetannya nggak kenapa-napa.

"Ti."

Karena diem-diem aja dari tadi, Jean mau buka obrolan, sambil dia nyuap sesendok nasi goreng untuk dirinya sendiri. Yang dipanggil refleks dongak meskipun lagi sibuk ngunyah, maniknya juga langsung diarahin ke sosok di depannya.

"Mm?"

"Lu kepikiran nggak, sih, buat ciduk Malik?"

Atas pertanyaan Jean, Tian spontan noleh, tengok kanan-kiri karena takut ada orang yang dikenalnya yang kira-kira kenal Malik juga. Sepi, nihil tanda-tanda keberadaan anak fakultasnya, berarti kondisi udah cukup aman untuk gibahin mantannya yang bangsat itu.

"Nggak, ngapain?" akhirnya, Tian ngejawab, sambil seruput kuah mi instan punya dia, "lagian gua udah nggak mau ambil pusing soal Malik, yang penting dia nggak ganggu gua."

Jean manggut-manggut. Sebetulnya, dia paham kalau Tian udah nggak mau berurusan dengan Malik dan segala tetek-bengeknya. Dia juga paham kalau Tian nggak mau cari masalah atau undang risiko apapun, yang penting, hidup dia tenang. Tapi Jean kepikiran soal itu, soal Malik jadiin Tian selingkuhan. Ada secercah rasa nggak rela karena Tian udah dijadiin kayak boneka dan dia pengen cowok brengsek itu dapat getahnya.

"Tapi, Ti, jujur gua nggak puas kalau dia bisa keliaran bebas gitu aja tanpa dosa. Mana pake ngedrama juga, nyalah-nyalahin lu. Bisa aja 'kan dia talk bad tentang lu ke temen-temennya, padahal dia yang koyok asu."

Pas Jean ngomong gitu, pas banget Tian juga kelar makan. Dia milih untuk nyeruput es teh manisnya dulu, sebelum curahin atensi ke arah Jean lagi.

"Ya ... mau gimana lagi? Gua mah nggak masalah, sih, kalau dia mau gibahin gua gimana. Toh, sebenernya gua nggak bersalah sama sekali, 'kan."

"Ya, well, I was thinking of cidukin Malik."

Tian agak cengo, dia heran sekaligus kaget karena ide yang dicetus Jean secara tiba-tiba itu, "How? And why? Buat apa?"

"Biar dia bisa kualat, lah. Gua kepikiran buat ngikutin dia ke rumahnya, kali aja dia lagi loveydovey sama pacarnya. Keciduk dah, tuh."

"Ih, Je," jari-jemari Tian ngetuk-ngetuk meja secara bergantian, tanda kalau benaknya lagi mikir, "I don't think it's a good idea...? Nggak usahlah, Je."

"Why? At least, we gotta try. Orang kayak dia, tuh, harus dikasih pelajaran. Kalau dibiarin gitu aja bisa bahaya, Ti, nanti makin banyak korbannya. Kalau selingkuh doang, sih, ya udahlah ya, urusan masing-masing. Tapi dia gaslighting dan playing victim juga, mana imejnya bagus banget. Gedeg gua."

Pemaparan Jean yang panjang kali lebar itu cukup masuk akal. Memang tipikal manusia kayak Malik itu berbahaya, terlebih dia jago banget pasang topeng. Sedikit-banyak, Tian setuju sama ide Jean, tapi dia masih terlalu takut buat realisasiinnya.

"Ya ... tapi ...," hela napas dicampak pelan, "gua nggak mau, ah, takut."

Bisa ngerasain skeptis dan kecemasan yang dirasain oleh cowok di hadapannya, Jean gesit ulurin sebelah tangan untuk nemplok di puncak kepala yang bukan miliknya, kasih izin ke jemarinya buat usak-usak helai rambut yang halus─kesukaannya.

"Ya udah, lu nggak usah. Gua aja kalau gitu."

"Ih?!" nggak terima sama keputusan itu, Tian langsung bersungut, sambil dahinya mengerut.

"Kok lu aja? Nggak mau, ah."

"Ya, gua pengen ciduk, Ti. Kudu dilakuin biar nggak kepengen lagi."

"Ih, anjir. Ya udah, gua ikut!"

Sahutan itu berbanding terbalik dengan ragu yang semula penuhin lubuknya. Tian nggak mau Jean libatin dirinya sendiri untuk urusannya. Kalau memang mau terlibat, ya, dia harus ikut, dukung, dan bantu. Dia nggak mau cuma ongkang-ongkang kaki doang selagi Jean ribet ngurusin dia. Together will be better.

Jean, sih, cuma ngulas senyumannya aja. Dia nggak masalah sama keputusan Tian, malah seneng karena berasa lagi ada di suatu misi krusial bareng orang yang disayangnya setengah mampus itu.

"Oke. Kita susun rencana, ya, nanti."

Edit
Pub: 21 Feb 2022 11:33 UTC
Edit: 21 Feb 2022 11:39 UTC
Views: 4086