KATING ANEH: TIGA PULUH TIGA.
️️ ️️
️️ ️️
Jonathan pergi dari situ. Dia belum sempat pamitan dulu sama kedua sohibnya yang punya acara, dipikirnya, itu urusan belakangan. Yang terpenting, dia bisa segera selamatin dirinya sendiri dari rasa nyelekit yang sedikit-banyak mampir di lubuknya.

Ingat, Jonathan itu suka sama Dera juga. Memang, dia bukan tipikal yang kompetitif. Dia turut senang kalau Yudha dan Dera jadian, turut senang karena sahabatnya dan orang yang disukanya sama-sama senang. Yet, still, sebagai manusia normal, dia juga punya perasaan. Nggak mungkin dia nggak bereaksi waktu nyaksiin secara langsung prosesi yang romantis itu.

Agaknya Jonathan mau bersedih-sedih dulu sekarang supaya bisa berikhlas-ikhlas kemudian. Lagian, Yudha itu bukan saingannya. Yudha jelas lebih bisa bahagiain Dera. Dia lebih keren, berwibawa, dan mapan. Lihat, gimana Yudha tadi ngasih Dera sebuah gelang? It's something that Jonathan can't afford.

Secara finansial, Jonathan jauh kelasnya di bawah Yudha. Jauh-jauh datang dari Amerika sama ayahnya untuk jalanin bisnis di Jakarta, awalnya, mereka sukses. Jonathan juga bisa keep up sama semua kegiatan sekolah sambil bantu-bantu kerjaan ayahnya, tapi semuanya berubah sekitar satu tahun yang lalu. Bisnis ayahnya bangkrut, terpaksa gulung tikar. Alhasil, Jonathan juga terpaksa jadi orang yang mesti berhemat dan cerdas dalam mengatur keuangan.

But fuck that shit, dia sekarang lagi foya-foya, makan di kafe yang harga menunya lumayan mahal. Hitung-hitung, itu cara dia untuk healing. Dua porsi makanan udah ada di depan mata, disantapnya dengan gemuruh di dalam dada.

"Selamat malam, semuanya!"

Jonathan noleh, dia kaget begitu denger ada suara yang menggema, mengalun lewat pengeras suara. Ternyata, kafe ini punya penyanyi yang selalu hadir setiap minggu buat ngehibur.

"Malam ini, saya bakalan nyanyiin lagu yang pastinya semuanya udah tau. Enjoy the song, enjoy the meals, enjoy your night."

Bising persinggungan antara jari dan senar gitar udah menyesaki seisi ruangan. Jonathan sebagai pendengar cuma diem-diem ngikutin iramanya aja, not bad. Ini lagu Call Me Maybe versi akustik, dia tahu betul lagu-lagu populer semacam ini.

"I threw a wish in the well. Don't ask me, I'll never tell ... I looked to you as it fell, and now you're in my way."

Nah, sekarang Jonathan cengo. Dia udah curi pandang lagi ke arah cowok yang lagi bersenandung lantang itu. Suaranya mantap, cuy! Jonathan berani sumpah, suaranya sebelas-dua belas sama penyanyi-penyanyi terkenal. Dia kalau mau ikutan Indonesian Idol juga kayaknya bakalan menang, deh.

"Your stare was holdin', ripped jeans, skin was showin'. Hot night, wind was blowin' ... where you think you're going, baby?"

Agak kaget, Jonathan dan penyanyi itu sempat berkontak mata. Jonathan jadi mesem-mesem sendiri, berasa lagi dinyanyiin. Mana yang lagi nyanyi, tuh, lucu. Maksudnya, he's looking good and attractive meskipun cuma dibalut busana kasual.

"Hey, I just met you! And this is crazy ... but here's my number, so call me maybe?"

Atas lirik dan suasana yang mendukung, jadilah sebuah ide tebersit di benak Jonathan. Dia buru-buru tarik dompet dari saku celananya, sengaja mau ambil kertas buat ditulisin sesuatu.

call me maybe? :)
081226778904

Kertas itu dilipat rapi. Habis itu, Jonathan lekas angkat sebelah tangan, manggil seorang pelayan yang lagi mondar-mandir.

"Iya, Mas?"

"Mbak, boleh tolong kasih kertas ini ke cowok yang lagi nyanyi itu nggak?"

Mbak-mbak pelayan refleks nengok, sebelum manggut-manggut, "Oh, ke Mas Bintang? Boleh, Mas."

"Namanya Bintang, Mbak?"

"Iya, Mas."

"Oke," Jonathan pasang senyum lima jari, sambil nyerahin kertas yang semula dia tulis, "makasih, ya, Mbak."

"Sama-sama, Mas."

Bintang, Bintang, Bintang. Lucu juga namanya. Jonathan berharap, semoga Bintang bakalan telepon dia beneran. Kalau nggak, ya, nasib.

Edit
Pub: 19 Feb 2022 06:42 UTC
Edit: 19 Feb 2022 06:59 UTC
Views: 2413