KATING ANEH: TIGA PULUH TUJUH.
️️ ️️
️️ ️️
Ini Senin pagi. Seharusnya, Tian dan Jean udah ada di kampus dan tampakkin presensi di kelas masing-masing, tapi mengingat kegiatan mereka baru selesai tiga jam yang lalu, mereka akhirnya kebablasan.

Tian bangun lebih dahulu. Kelopak matanya yang masih kerasa berat itu dikerjap-kerjapin. Posisinya masih ada di bawah selimut, di dalam rengkuhan Jean. Betul, mereka tidur sambil kelon.

Nengok ke samping, Tian mau curi lirik ke arah jam berwarna hitam yang terpatri di dinding. Jarum pendeknya berhenti di angka sepuluh dan hal itu sontak bikin Tian kaget setengah mati.

"HAH?! Je, Je, bangun, gua telat kelas!" disertai sekelebat panik, Tian berusaha untuk dorong lengan kokoh punya Jean yang masih nyaman melingkar di sekitar tubuhnya. Berat banget, sumpah, itu lengan isinya otot doang apa gimana?

"Je! JEAN, BANGUN!"

Sekarang, pipi Jean yang jadi bulan-bulanan, ditampar beberapa kali sama Tian supaya si pemiliknya sadar dari lelap. Alhasil, Jean ngerjap-ngerjap, sambil berkerut dahi. Protes melesat juga dalam hati, orang lagi enak-enak tidur, kok, malah dibangunin.

"Apa, sih, Ti??? Ngantuk, ah ..."

"GUA TELAT KELAS, JEEEE."

"Ya udah kalau telat mah. Kelon aja sama gua."

"Bangke," Tian hadiahin sebuah tinjuan di pundak tegap milik lawan bicaranya, sebel karena kakak tingkatnya itu sama sekali nggak membantu, "serius, ah!"

Yang ditinju dan disahutin cuma berdeham, sambil merem lagi, "Emang jam berapa sekarang?"

"Sepuluh!"

"Kelas lu jam?"

"Setengah sepuluh."

"Ya udah, udah telat setengah jam mana boleh masuk," Jean berupaya jadi solutif, "udah sini aja, sih."

Belum sempat biarin Tian ngebales dulu, Jean udah eratin pelukan di sekitar tubuh yang lebih mungil, giring cowok manis itu untuk jatuh ke dalam dekapannya lagi setelah sempat ambil ancang-ancang buat berdiri.

"Gua juga ada kelas, santai ajalah. Skip sekali."

Akhirnya, Tian cuma bisa embusin napas pasrah. Dia balik meringkuk lagi di atas ranjang dan lingkarin lengannya di sekitar tubuh Jean yang hangat. Anyway, mereka berdua masih setengah bugil, cuma pakai celana dalam doang. Jelas, Tian bisa ngerasain otot-otot Jean yang terbentuk, apa lagi dia nyender juga di dada bidang yang ada di depannya. Hal itu nunjukkin indikasi kalau Jean sering olahraga─karena nggak mungkin, 'kan, otot kayak gitu tercipta sendiri secara otomatis?

Ngomong-ngomong, Tian agak nggak nyangka kalau mikirin apa yang baru kejadian semalam. Dia nggak mabuk sama sekali, kesadarannya hadir seratus persen waktu dia ngajak Jean ngewe. Kalau ditanya apa alasan dan faktor pendorongnya ... diapun nggak paham. Mungkin ada setan yang lewat dan bisikin dia untuk ngelakuin itu kali, ya. Soalnya, dia cuma tatap Jean, thought that he was tempting, dan jadilah ajakan itu melesat tanpa permisi.

Nggak ada penyesalan, malah sebaliknya, dia senang secara hasrat dan batin. Urusan birahinya tuntas, urusan hatinya puas. No one ever fucked him that hardly and treated him gently afterwards like Jean has been doing up to this moment. Kelon kayak gini nggak pernah dirasain Tian sebelumnya, dan dia bersyukur, Jean jadi orang yang ngelakuin itu buat dia.

"Je."

Nihil jawaban. Yang dipanggil lagi tidur soalnya, udah balik ke alam bawah sadar.

"Jeeee."

Lebih kenceng, Tian agak merengek, sebelum dia meringsut untuk nyamperin leher Jean, ngusel-ngusel di sana supaya si pemiliknya terusik.

"Jeeeeeeee."

"Hm ..."

"Jean, bangun," Tian terus-menerus mendesak Jean agar cowok itu bisa bangun dan temenin dia melek karena dia udah nggak bisa balik tidur, "Jeandraaa, bangun!"

"Apa, sih, sayaaang?"

Jiah, dipanggil sayang. Tian salting, anjir. Dia refleks bergeming, diem dulu dari segala kegiatan ngeganggunya, sibuk nahan malu. Pipinya memanas seketika, pasti kelihatan merah banget. Karena nggak mau lama-lama salting─nanti Jean malah tidur lagi, dia buru-buru balik ke kegiatan nguselnya, kali ini lebih agresif.

"Jeandra, bangun!!! Nggak mau melek sendirian."

"Iya iya, ah," karena terus-menerus diganggu, Jean mau nggak mau melek. Dikucek pelan kelopak matanya, dia masih teler banget. Maklumlah, tenaga yang habis dia keluarin cukup banyak, mulai dari angkat-angkat barang pas FEB Cup sampai angkat-angkat badan Tian.

"Hehehe," nyengir tanpa dosa, Tian akhirnya kasih sebuah kecupan tepat di pipi cowok di hadapannya secara cuma-cuma, "gitu, dong."

"Cium di bibir mana?"

Agak kaget waktu ditagih kayak gitu─belum kebiasa, Tian diem bentar. Dia salting lagi, semuka-muka kerasa panas. Jean yang sadar kalau Tian lagi malu malah lontarin gelak tawa, soalnya raut wajah gebetannya itu kelihatan lucu banget.

"Mana, Ti? Morning kiss, dong."

Karena Jean makin lama makin banyak mau dan menuntut, Tian lekas-lekas daratin kecupan tepat di bibir cowok itu. Beberapa detik dibiarin singgah, sebelum dilepas dan langsung benamin wajah di pundak yang bukan miliknya sendiri.

"Hahahahaha," spontan Jean kembali tergugah untuk ketawa atas tingkah gemas itu, "lucu banget, sih."

"Diem."

"Hahahaha!"

Meskipun sambil ngetawain Tian, polah Jean nggak pernah luput dari afeksi. Dia usap-usap punggung polos Tian, berupaya salurin kehangatan supaya yang diusap bakalan ngerasa aman dan nyaman.

"Nanti eval, ya?"

"He'em."

"Bareng aja kita, Ti."

"Iya."

"Lu ada kelas lagi nggak ntar siang?"

"Ada."

"Skip aja, gua masih mau kelon."

"Okay."

"Laper nggak? Mau sarapan?"

"Order aja, Je. Mager keluar."

"Mau makan apa? Biar gua order-in."

"Bubur."

And so on, konversasi kasual mereka berlangsung panjang, nggak pernah rampung topik yang mereka punya. Persis kayak pasangan baru nikah yang habis malam pertama.

Edit
Pub: 21 Feb 2022 06:23 UTC
Edit: 21 Feb 2022 06:23 UTC
Views: 4932