KATING ANEH: TIGA PULUH DUA.
️️ ️️
️️ ️️
FEB Cup udah berlangsung setengah rundown. Seisi lapangan ini udah ramai, sesak sama insan meskipun lagi memasuki waktu istirahat. Termasuk panitia, Tian sebagai salah satunya juga udah jeda segala pekerjaan dan tanggung jawabnya. Dia buru-buru nyamperin Dera yang selalu diwanti-wanti untuk nggak jauh-jauh darinya. Dia butuh teman di saat-saat kayak gini, ngerasa nggak aman kalau sendirian karena dia bisa ketemu Malik dan Jean kapanpun.

Ngomong-ngomong, dia memang udah ketemu dua cowok itu, kok. Malik itu pasti, gimanapun juga, mantan pacarnya itu adalah ketua divisinya─mustahil kalau mereka nggak berpapasan sama sekali. Tapi mereka nggak ngobrol yang gimana-gimana, cuma sesekali bicara soal kerjaan aja, betul-betul pertahanin profesionalisme di dalam diri masing-masing.

Sementara itu, Jean juga sempat nggak luput dari penglihatannya. Nggak bertegur sapa, tentunya, mereka cuma saling lewat aja karena nggak ada keperluan yang mendesak atau urusan pekerjaan di antara mereka, jadi nggak ada urgensi untuk mulai percakapan.

Yah, Tian mikir, kayak begini memang lebih baik. Seenggaknya, dia nggak perlu repot pasang topeng dan sebagainya, cukup lakuin apa yang jadi kewajibannya aja di acara ini.

"Ti, mau makan apa?"

Kalimat tanya dari Dera sukses bikin Tian balik ke kesadarannya lagi, setelah tadi asyik merenung. Kepalanya nengok kanan-kiri dulu, sambil lempar pandangan ke arah stan-stan makanan yang udah berjejer.

"Apaan, ya," bukannya ngasih jawaban, dia malah bingung sendiri, "btw, lu nggak sholat dulu, Der?"

"Nanti aja, lu 'kan kudu gua temenin."

Tian nyengir polos, kayak nggak ada rasa berdosa. Lagi-lagi bersyukur bisa punya sohib sebaik Dera.

"Hmm ... ya udah, beli siomay aja, yuk? Tuh, enak kayaknya."

Dera ngarahin pandangannya ke titik di mana telunjuk Tian singgah, gerobak yang jualan siomay. Nggak mau banyak bikin pertimbangan, langsung aja dia ngangguk, terus nyeret sohibnya buat nyamperin gerobak yang lagi dikelilingi beberapa pembeli itu.

"Bang, siomaynya seporsi berapa?" ini Tian yang nanya, dia udah siap-siap bayar juga dengan keluarin dompetnya dari saku celana.

"Sepuluh rebu aja."

"Dua porsi, ya, Bang. Yang satu dipedesin."

"Siap!"

"Ini uangnya."

Tian langsung ngasih dua lembar uang sepuluh ribu, yang gesit disambut oleh abang-abang tukang siomay itu. Dera ngerasa nggak minta ditraktir, alhasil, dia refleks negur sang kawan.

"Ti? Gua 'kan nggak minta ditraktir."

"Gapapa," Tian ngulas senyuman, berusaha buat tepis segala protes yang dia denger itu, "mumpung gua lagi dermawan."

Dera pasrah aja. Lagian, dia demen-demen aja kalau ditraktir gini, rejeki anak soleh.

"Ya, dah. Sering-sering ya lu traktir gua."

"Tai."

Gelak tawa udah menguar dari keduanya. Mereka akhirnya ngobrol tentang ini-itu, mulai dari gibahin hal-hal yang nggak penting, sampai gosipin tentang isu-isu hangat yang lagi gempar di sosial media. Sejenak, obrolan mereka diinterupsi sama kedatangan abang-abang tukang siomay yang anterin pesanan mereka, tapi setelahnya, langsung gaspol ngobrol lagi.

"Dera!"

Kaget, tiba-tiba ada suara lantang manggil nama Dera. Yang merasa dipanggil lekas noleh, sebelum makin kaget karena ternyata pelakunya adalah Yudha. Tian ikut lihat juga, langsung mesem-mesem begitu nyaksiin kakak tingkatnya itu udah nyamperin sohibnya.

"Der, gua ganggu nggak?" tanya Yudha begitu dia udah berhenti melangkah, pijak beberapa jarak dari tempat singgah Dera dan Tian.

"Nggak, kok, tapi gua sambil makan ya. Kenapa, Bang?"

"Iya, gapapa. Gua duduk, ya?"

Dera ngangguk tanda setuju, Yudha langsung realisasiin niatnya dan duduk di salah satu bangku yang masih tersedia spasinya.

"Eh, Ti. Ada lu juga," Yudha sempetin buat nyapa Tian juga begitu dia sadar kalau adik tingkatnya yang satu itu lagi duduk di dekatnya juga.

"Iya, Bang. Fokus amat ke Dera, ya, ampe gua nggak kelihatan?"

"Ti, anjrit!"

"Hahahaha, bisa aja lu, Ti."

Jiah, dua-duanya salting. Tapi yang satu ngumpat, yang satu ketawa malu. Tian cuma bisa cengar-cengir aja sambil ngunyah siomaynya. Nggak masalah, kok, kalau dia jadi nyamuk. Lagian, dia suka lihat interaksi antara Dera dan Yudha, gemes gitu kayak ABG yang baru kenal cinta-cintaan.

"Anyway, Der ... gua mau ngomong sesuatu."

Dera yang udah anggurin siomaynya lekas manggut-manggut, pandangannya udah fokus tertuju ke Yudha doang, nunggu apapun kalimat yang bakal dilontarin dari balik bibir cowok itu.

"Gua ..."

Yudha narik napas, panjang-panjang, sebelum suara lantangnya ambil peran, "gua suka sama lu!"

Sejumlah pasang mata sontak beralih ke Yudha, kedistrak sama seruan itu. Mereka diem-diem nyimak prosesi tembak-menembak yang lagi berlangsung. Dera sendiri, sih, udah mangap, persis banget kayak orang yang lagi melongo heran. Itu efek dari rasa kaget sekaligus bahagia yang tiba-tiba melandanya.

"Hah ... gimana?"

Yudha nggak langsung tanggapin kalimat tanya itu. Kedua tangannya sibuk, ngambil sesuatu yang semula disimpan baik-baik di dalam saku celananya. Kotak kecil berwarna hitam, isinya gelang. Cantik banget pokoknya, bisa diduga kalau harganya mahal.

"Gua suka sama lu, Dera. Udah lama banget, tapi gua baru bisa confess sekarang."

Sambil jelasin dan ungkapin isi hatinya, Yudha nyerahin kotak yang ada di genggaman telapaknya, dan Dera ialah penerima tunggal.

"I like you, Der. Lebih jauh lagi, I love you. Lu mau nggak jadi pacar gua?" senyuman lima jari sirat ketulusan udah terpampang di wajah Yudha.

"Kalau mau, ambil gelang ini. Kalau nggak mau atau masih mau mikir-mikir dulu, nggak usah diambil."

"JIAAAKH, BAPAK WAKETU. SEMANGAT, PAK!"

"AMBIL, AMBIL, AMBIL!"

"CIUM, CIUM, CIUM!"

Seketika, suasana jadi riuh dan ricuh. Penonton yang awalnya cuma nyaksiin diem-diem, sekarang mulai angkat bicara dan buka suara, nyemangatin kedua belah pihak yang lagi dimabuk asmara.

Dera udah salting setengah mampus. Dia bingung, nggak tahu mau terharu dulu, ketawa dulu, atau terima cinta Yudha dulu. Though, keputusannya jatuh di opsi terakhir. Nggak baik kalau kelamaan gantung anak orang, 'kan?

Ya, polah cekatan Dera yang udah ngambil kotak hitam beserta isinya itu undang orang-orang di sekitar untuk makin giat bersorak-sorai. Tanpa ba-bi-bu atau izin dulu, Yudha lingkarin kedua lengannya di sekeliling raga Dera, giring pacarnya itu ke dalam rengkuhannya yang hangat.

"JIAAAAKH!!!"

"CIUM, CIUM, CIUM!!!"

"CIE CIEEE. PEJE SABI KALI!"

Bahagia yang kentara. Semua yang ada di situ turut larut dalam sukacita, kecuali satu orang yang natap dari kejauhan. Secercah nanar mengilat pada maniknya, agaknya runtuh juga hatinya begitu lihat semua kejadian yang ada dengan mata kepalanya. Orang itu adalah Jonathan.

Edit
Pub: 18 Feb 2022 11:26 UTC
Edit: 18 Feb 2022 11:51 UTC
Views: 2646