KATING ANEH: LIMA.
️️ ️️
️️ ️️
Malam ini, semua panitia FEB Cup ngumpul.

Mereka duduk di taman kampus, tempat yang luas banget dan memang sering dijadiin titik kumpul buat mahasiswa. Nggak jarang UKM, organisasi lain, atau kepanitiaan rapat di situ, apa lagi kalau yang anggotanya banyak.

Sebagai panitia teladan, Tian tentu nggak akan absen. Gila kali kalau absen di pertemuan pertama, seenggaknya 'kan harus buat impresi yang bagus dulu. Dia udah duduk di atas batu-batuan yang jadi alas buat dipijak. Di depan dan belakangnya udah ada anak-anak sedivisi, soalnya memang disuruh duduk berbaris sesuai divisi masing-masing dengan urutan: Acara, Humas, Sponsor dan Dana Usaha, Logistik, Keamanan, Kesehatan, Desain dan Dekorasi, Dokumentasi. Sisanya, ada Badan Pengurus Harian yang nangkringnya di hadapan seluruh panitia. Mereka yang akan pimpin pertemuan pertama ini.

"Selamat malam, semuanya."

Itu Yudha, dia jadi pembuka. Maklum, jabatannya tinggi, Wakil Ketua Pelaksana.

"Malam!"

"Mantap. Sebelumnya, gua mau ucapin terima kasih atas kehadiran semuanya di first meeting malam ini. Izin memperkenalkan diri, gua Yudha, Waketu FEB Cup, angkatan 2020."

Hening. Semua tatap mata tertuju ke yang lagi cuap-cuap, kecuali satu orang. Siapa lagi kalau bukan Jean? Cowok itu malah sibuk curi kesempatan dalam kesempitan, celingak-celinguk buat cari keberadaan Tian yang ternyata dihalangi Sekar, anak Divisi Sponsor dan Dana Usaha yang semok.

Nggak, Jean nggak kegoda. Beneran, deh. Biasanya dia kalau udah begitu bakalan sange dan langsung cari celah buat beraksi, tapi sekarang nggak. Dia lebih milih buat lihatin Tian. Apa ini yang disebut bucin behavior, ya?

Jean sendiri nggak nyadar kalau perbuatannya itu udah berindikasi kebucinan. Dia terlalu buta sama hal-hal yang berbau cinta. Maklum, dari kecil, nggak ada yang pernah ajarin dia segala seluk-beluk soal kasih sayang.

Anyway, Jean tetep nggak bisa lihat Tian. Kehalang beneran, kalau bisa lihatpun paling cuma punggungnya aja. Daripada nengok-nengok kayak orang aneh dan halangin pandangan orang yang duduk di belakang dia─inget, badan dia itu besar dan tinggi, dia milih untuk nyerah dan pasrah. Ya udah dulu aja, siapa tahu nanti kelar pertemuan bisa ketemu Tian secara face-to-face.

"Untuk itu, first meeting ini bakalan dilanjutin sama Cakra."

Setelah sekitar tiga menit monolog di depan, Yudha akhirnya bergeser ke kiri. Dia minggir soalnya dia mau persilakan Cakra, Ketua Pelaksana, untuk lanjutin pimpin pertemuan mereka.

Nggak lama-lama, ternyata. Cuma sekitar satu jam, pertemuannya udah selesai. Masih sedikit yang perlu diinformasiin, toh, cuma sosialisasi awal aja, belum ada pembahasan yang berat.

Setelah Cakra ngasih kalimat penutup yang disusul dengan kalimat penyemangat, anak-anak Badan Pengurus Harian bubar duluan, sedangkan beberapa anggota masih betah di tempat yang sama. Humas salah satunya, mereka masih mau ngumpul untuk bahas hal-hal teknis mengenai cara kerja.

"Oke, guys. Jadi gini aja, ya, biar cepet, gua cuma mau bilang kalau kerja sama gua santai aja. Kita kerja sama-sama, jadi kalau ada yang butuh bantuan juga langsung contact each other aja, ya. Jangan sungkan, jangan ragu."

Malik mulai membuka pengarahan, sambil pasang mimik ramah, dan Tian─of course, suka banget lihatnya. Adem gitu, berasa lagi di surga.

"Iya, Kak."

"Iya, Bang."

Malik menyungging senyum, "Oke, cakep. Nah, sekarang gua mau minta contact lu pada buat dibikinin grup. Semuanya pada pakai iPhone atau ada yang nggak? Kalau ada yang nggak, kita pakai WA aja."

"Aku nggak, Kak."

"Oh, yowis. Pakai WA aja, ya."

Secara bergantian, mereka ngasih nomor ke Malik dan cowok itu dengan cekatan ngelakuin kewajibannya. Tian makin lama makin pusing, dilihat dari sisi manapun, Malik makin lama makin ganteng.

"Halo, Tian," menyapa adik tingkatnya yang satu itu, Malik senyum sampai pamerin giginya yang bergingsul─bikin Tian jerit dalam hati.

"Nomornya berapa?"

"Eh, iya, Kak," buru-buru Tian terjun dari angan-angan sendiri, pasang tampang waras dulu, "08875280777."

"Oke. Tian ... Humas ... done! Udah di-save, ya."

Tian ketawa. Gimana nggak? Malik lucu banget. Masa namain kontaknya aja sambil ngeja, persis kayak anak SD baru belajar baca.

"Eh, kok ketawa?"

Langsung bungkam, mati kutu dia ditanya begitu sama kakak tingkatnya. Memang nggak ada aura mengintimidasinya since all about Malik is just so humble and warm, tapi ya malu dikit mah ada.

"Ng ... nggak, Kak. Kepikiran yang lucu aja barusan."

"Apa, tuh?"

Waduh, kok malah diinterogasi?

Tian sempet kelabakan, tapi untungnya kemampuan self-composed dia udah tingkat dewa. Nggak heran kalau dia mampu bersosialisasi dengan mudah, emang udah ada bakat jadi anggota Humas.

"Tau nggak, sih, Kak, video Maman Resing? Nah, saya kepikiran itu dari tadi."

Masih saya-sayaan ngomongnya, takut nggak sopan kalau langsung pakai gua-lu.

"Maman Resing yang mana...? Oh! Maman Resing yang nyanyinya aneh itu, ya?"

"Iya, Kak! Hehehehe, lucu 'kan itu?"

"Hahahaha, iya lucu. Kok lu tiba-tiba kepikiran itu?"

Aduh, banyak bener pertanyaannya, Tian ngebatin.

"Nggak tau, Kak. Ini otak saya suka sengklek gitu kadang-kadang."

Malik ketawa. Beneran ketawa, padahal nggak ada yang lucu-lucu amat? Ya udahlah, seenggaknya Tian patut bernapas lega soalnya lawan bicaranya nggak nunjukin gelagat curiga.

"Hahahaha, ya Allah ..."

Sebelah tangan Malik tiba-tiba tergerak, mampir ke pundak Tian. Ditepuknya sebanyak dua kali, sambil diusap dikit. Respon yang diusap gimana? Dia udah mau teriak!

"Lucu banget lu, Tian."

Mampus. Habis diusap pundak, sekarang malah dipuji pula. Nggak paham lagi, tuh, Tian saltingnya kayak apa. Semburat merah bahkan udah nongol di kedua pipinya, samar-samar, untungnya. Jantungnya udah jumpalitan, deg-degan parah saking senengnya. Hangat di pundaknya masih kerasa meskipun sentuhan itu cuma berlangsung selama beberapa detik aja. Beneran, telapak tangan Malik itu cukup besar, kerasa pas untuk sita spasi di pundaknya. Nyamannya bukan main.

Yah, Tian bisa tidur nyenyak dan mimpi indah malam ini.

Edit
Pub: 07 Feb 2022 17:43 UTC
Edit: 09 Feb 2022 08:22 UTC
Views: 3592