KATING ANEH: LIMA BELAS.
️️ ️️
️️ ️️
Pagi-pagi begini, banyak orang lagi sarapan. Tian dan Jean salah duanya. Lontong Kari Pakcik beneran rame banget, tadi mereka hampir nggak dapat tempat duduk. Untungnya, ada salah satu meja yang kosong meskipun nggak begitu enak karena ada di dalam banget. Gerah.

Hal itu nggak lantas jadi masalah buat Tian. Menurutnya, tempat ini worth it untuk didatengin karena lontong karinya enak parah. Tian udah ada niat untuk nambah satu porsi lagi, tapi perutnya udah teriak ke dia, katanya udah kenyang.

Soal makanan, Jean kayaknya nggak usah diraguin lagi. Nggak tahu apa yang spesial dari indra pengecap cowok yang satu itu, tapi rekomendasinya betulan mantap semua.

"Haaah ... kenyang gua."

Tian nyender di kursi yang lagi didudukinnya, sambil tepuk-tepuk perutnya sendiri soalnya memang kerasa penuh, nyaris begah. Jean ketawa singkat buat nanggapin, sambil nyeruput teh tawar anget punya dia.

"Enak, 'kan?"

"Banget. Pantesan rame gini."

"Iya, emang. Di sini bukanya cuma sampai jam sebelas, malah sering tutup lebih cepet soalnya keburu habis."

Manggut-manggut doang, Tian amazed sama pemaparan Jean tentang tempat makan langganannya─untuk yang kedua kalinya. Kayaknya Jean itu tipikal yang kalau udah suka sama suatu hal, dia bakalan hafal setiap small details tentang itu.

"Btw, lu habis ini mau ke mana?"

Jean sengaja nanya kayak gitu. Kali aja Tian mau pulang atau ke manapun, dia bisa tawarin tumpangan, mengingat Tian tadi datang ke Djiwa pakai ojek online.

"Hm ... nggak tau, sih? Paling pulang," jawaban sekenanya dikasih, Tian memang nggak ada tujuan atau rencana setelah ini, "lu gimana?"

"Gua habis ini mau nonton konser Pamungkas, sih, tapi kalau lu mau─"

"HAH, Pamungkas?! Lu mau nonton? Dapet tiketnya?"

Jean kaget, anjir. Dia hampir numpahin teh tawar angetnya waktu dengar jeritan Tian yang tiba-tiba itu.

"Iya, Pamungkas," dia ngangguk juga sebagai gestur tambahan buat ngeyakinin lawan bicaranya yang kayaknya lagi heran sekaligus penasaran itu, "dapet, gua kemarin dapet tiga malah soalnya gua beli pas masih early bird."

"AAAA, ANJIR. Gua suka banget sama Pamungkas! Mau beli tiketnya kemaren, tapi udah keburu habis."

Wow, ternyata ada juga yang suka Pamungkas selain dia. Jean belum pernah berbagi kesukaan soal lagu karena dia orangnya pemilih, genre-nya nggak teratur, telinganya bisa denger dari folk sampai koplo. Tapi nggak semuanya dia dengerin, cuma lagu-lagu dari beberapa penyanyi aja, Pamungkas adalah salah satu yang dia suka di hampir seluruh albumnya.

"Mau nonton bareng gua?"

Tian ngerjapin matanya berulang kali. Ini serius? Mimpi nggak, sih? Nonton Pamungkas? Wah, Tian udah excited banget, dia nggak punya pilihan selain terima tawaran berharga itu.

"MAU! MAU BANGET!"

Fuck, man. Tian yang lagi kegirangan begini adalah kelemahan baru utnuk Jean. Jean mau nangis, bukan karena sedih, melainkan karena Tian lucu banget. Too cute to be true.

"Oke," sambil ngomong gitu, Jean senyum lima jari.

"Open gate-nya jam satu, mau ke sana sekarang nggak? Takutnya macet."

"Ayoooo! Ngebut-ngebut aja biar cepetan nyampe."

"Ogah, Ti. Nanti malah masuk rumah sakit, bukannya ketemu Pamungkas."

BUGH!

Tian mukul lengan bagian atas Jean, yang langsung dibales sama tawa. Lebih dari santai, mereka udah kayak dua orang yang kenal dekat. Secepat itu.

"Kenapa dipukul, sih?!"

"Lagian, bercandanya aneh-aneh aja! Kalau diaminin Tuhan gimana?"

"Naudzubillah, ya Allah ..."

Sampai mereka pakai helm dan udah naik motorpun, mereka masih saling lempar candaan. Perjalanan selama empat puluh menit seharusnya nggak kerasa, ya?

Edit
Pub: 11 Feb 2022 17:56 UTC
Edit: 11 Feb 2022 18:21 UTC
Views: 3010