KATING ANEH: EMPAT BELAS.
️️ ️️
️️ ️️
Sesuai janji, jam sembilan. Jean udah ada di Toko Print Djiwa, bahkan dari sepuluh menit sebelum waktu yang udah ditentuin. Dia nggak mau telat, nggak masalah kalau datang duluan dan harus nunggu Tian.

Well, Tian juga nggak telat-telat amat, cuma lima menit. Patut dimaklumin soalnya dia 'kan harus pesen ojek online dulu, nunggu driver-nya datang dulu. Begitu sampai, dia langsung ngibrit ke dalam bangunan, lagi-lagi disambut sama bising kertas dan mesin cetak yang udah familier di telinga dia.

Tian lirik kanan-kiri sebentar, sebelum ngelihat sosok Jean yang lagi ngobrol sama mbak-mbak Djiwa. Nggak perlu ba-bi-bu, dia nyamperin Jean dan toel pundak cowok yang lebih tinggi daripadanya itu.

Refleks, Jean noleh. Pandangannya langsung disambut sama Tian yang berdiri di samping dia. Rambutnya diponi─kadang-kadang suka dinaikin poninya, tapi sekarang nggak, terus bajunya juga kelihatan rapi meskipun tetep kasual dan nggak berlebihan. Tian cuma pakai polo shirt sama jaket poliester, bawahnya celana chino.

Di sisi seberang, Tian juga lagi perhatiin Jean. Kakak tingkatnya itu kelihatan oke banget dengan balutan kaus hitam dan celana denim. Sederhana, tapi tetep keren.

Mereka berdua diam-diam lempar pujian untuk satu sama lain, tapi di dalam hati, sebelum akhirnya Jean ngide untuk buka konversasi.

"Ti, mana file yang mau dicetak?"

"Oh, iya," Tian yang sadar intensi utama mereka ke sini, buru-buru cari letak flashdisk di dalam tas selempang kecilnya, langsung disodorin ke Jean.

"Nama file-nya apa?"

"Cuma ada satu file, kok, di situ. Judulnya 'poster fix banget no revisi', yang itu."

Jean terkekeh waktu denger judul file yang disebut Tian secara lengkap. Habis itu, dia gesit ngomong sama mbak-mbak dan mas-mas yang dapat bagian untuk layanin pesanan mereka, pokoknya jabarin secara rinci apa-apa yang mau mereka pesan.

Tian, sih, diem aja sambil nyimak Jean. Sesekali ikut ngangguk daripada gabut dan kayak patung.

"Totalnya jadi 120 ribu, ya, Mas."

"Bentar, Mbak," spontan aja Jean ubek-ubek saku celananya, narik dompet yang semula masih kelipet, sebelum narik lembaran uang. Niatnya mau diserahin untuk bayar, tapi keburu ditahan sama Tian.

"Je, sama gua aja."

"Loh, kenapa? Dapet duit dari Cassandra?"

"Nggak, tapi pakai punya gua aja. Kak Malik udah nitipin buat gua bayar dulu, jadi gapapa."

Malik, ya. Hm, hati Jean agak mencelus pas denger nama itu melesat dari mulut Tian. Tapi ya udah, nggak apa-apa, Jean lagi ada di situasi profesional jadi nggak perlulah urusan hati ikut campur dulu sekarang.

"Gapapa, Ti, sama gua aja. Selama ini juga barang pesenan divisi lain ditalangin anak Logistik. No worries."

Ngelihat Jean yang bersikeras, Tian pasrah. Dia akhirnya mundur satu langkah, biarin Jean yang ambil alih soal pembayaran. Udah selesai, invoisnya dikasih ke Tian, sengaja supaya cowok itu bisa serahin ke Ketua Divisi-nya.

"Makasih, ya. Nanti gua ganti ke lu."

"Nggak, nggak usah. Santai aja, kayak sama siapa aja, sih?"

Jean ngomong gitu seolah-olah mereka udah sahabat aja. Tian jelas ngerasa nggak enak, mau gimanapun juga, dia sama Jean bukan yang udah kenal lama banget atau deket banget, jadi sama aja kayak berutang budi kalau begini.

"Tapi, pokoknya, gua bakalan gantiin."

Keras kepala, kayaknya Jean baru tahu ada sisi itu di dalam diri Tian. Mendesah pasrah, senyuman akhirnya dibagi juga biar nggak kelihatan kayak yang marah.

"Ya udah, iya."

Tian refleks ikut senyum, sebelum masukin lembaran invois yang udah dilipat ke dalam tasnya.

"Yuk, kita jalan. Masih pagi gini makan yang nggak terlalu berat kali, ya."

"Boleh."

Sambil ngobrol, mereka tarik langkah keluar, nginjek area parkir lagi, dan nyamperin motor Jean yang lagi istirahat.

"Lontong kari, mau? Suka nggak?"

"Hah, lontong kari? Ada?"

Ketawa, Jean nggak bisa nahan ketawanya waktu lihat Tian pasang muka cengo bin polos. Dia kayak anak SD yang lagi belajar hal-hal baru. Gemes.

"Ya ada, kalau nggak ada, mana mungkin gua tawarin," Jean ngejawab secara realistis, sambil tangannya sibuk urusin pengait helm yang udah bungkus kepalanya.

Begitu kelar, dia langsung sodorin helm dengan warna serupa ke Tian, ngasih aba-aba buat adik tingkatnya itu pakai juga demi keselamatan bersama.

"Jadi, mau coba lontong kari nggak?"

Tian yang udah pakai helm cuma ngangguk lucu, sambil duduk di jok bagian belakang, tepat ngehadap punggung tegap Jean. Udah dapat persetujuan dari sang gebetan, Jean langsung meluncur membelah jalanan kota menuju tempat makan yang disebutnya barusan.

Edit
Pub: 11 Feb 2022 17:51 UTC
Edit: 11 Feb 2022 17:55 UTC
Views: 3229