KATING ANEH: EMPAT PULUH EMPAT.
️️ ️️
️️ ️️
Gelisah.

Tian dari tadi sibuk tautin jari-jemarinya sendiri, sambil sebelah telapak kakinya yang dibalut sepatu bergerak ke atas-bawah. Di hadapannya, udah ada Malik yang lagi duduk─lebih tepatnya, baru duduk.

"Ehem," berdeham bentar, Malik jadi pihak yang menginiasi pembicaraan. Masuk akal, mengingat dia yang ngajak Tian untuk ketemuan, jadi udah pasti dia yang ada keperluan.

"Ti ... jadi gini. Gua sebenernya cuma mau minta maaf, atas perbuatan gua ke lu yang nyakitin atau nggak ngenakin, atas semuanya."

Dapat permintaan maaf dari cowok itu, skeptisisme Tian bangkit ke permukaan. What is that guy scheming on? Meskipun Tian lagi mikir keras, dia nggak tampakkin semua itu lewat raut wajah, dipendam dulu supaya nggak kentara.

"Gua juga bakal maafin lu, kok, Ti. Kita saling maaf-maafan aja, ya."

Wait, what? Ini Tian nggak salah denger? Mau nggak mau, sepasang ujung alis Tian udah ketemu, bikin ekspresi heran sekaligus nggak percaya terpatri jelas.

"Maksudnya gimana, ya? Bakal maafin gua?"

Malik tetep pasang tampang serius, cenderung datar, pokoknya nggak ada perubahan air muka yang berarti dari cowok itu walaupun dia sadar kalau lawan bicaranya lagi ngelihat dia dengan tatapan menghakimi.

"Iya, gua bakal maafin lu," kalimat itu jadi repetisi, Malik sengaja ngulang sebelum tambahin penjelasan singkat, "for the mess you caused few days ago, dateng ke rumah gua dan blow up tentang semua itu, sampe Keara ngalamin syok berat."

"What the fuck?"

Udah nggak nahan-nahan lagi, Tian ngumpat aja langsung di depan muka mantannya yang brengsek itu. Gila, dia bahkan nggak nyangka kalau cowok itu bisa sepicik dan sebangsat ini. It's merely another session for Malik to gaslight him, tapi didahului dengan minta maaf dulu supaya kesan pertamanya baik.

"Nggak, gini. Gua nggak paham, ya. Lu 'kan niatnya mau minta maaf, tujuan lu berarti cuma buat dapet maaf dari gua, dong? Ngapain lu pake embel-embel segala, bilang kalau lu bakal maafin gua juga?"

Tian udah ke-trigger. Percikan api ambil presensi di dalam diri dia, bikin emosinya jadi kesulut tanpa aba-aba. Keadaan dia saat ini udah berbanding terbalik dengan gusar yang sempat dia rasain beberapa waktu lalu.

"Do you think I'm a sinner here? Lu yang selingkuh, Kak, bukan gua! Lu mikir kalau kejadian kemaren, Keara ngalamin syok dan sebagainya, itu karena gua?"

"Iya, Ti," bersikeras, Malik teguh pada argumennya, dia masih belum mau kalah apa lagi ngalah. Ego yang dia punya terlalu menggunung, susah buat dibendung.

"Lu nggak mesti bocorin semua itu ke Keara. Urusannya jadi runyam, antara gua, dia, dan gua sama dia."

"Tolol," Tian sempat selipin ketawa setelah umpatan itu melesat, "lu harusnya paham, dong, konsekuensinya apa kalau lu mau selingkuh. Kejadian kayak gini mungkin aja terjadi dan apparently, lu milih selingkuhan yang nggak bego."

"You really haven't learned your lesson. Keara mau kasih lu kesempatan kedua, 'kan? Lu mending urusin Keara aja, Kak. Nggak usah sok nyamperin gua buat minta maaf apalah tai kambing, tapi ujungnya malah nyalahin gua gini."

Malik bungkam. Dari sekian banyak kata yang lewat di benaknya, nggak ada satupun yang dia pilih untuk dilontarin. Sebetulnya, dia memang mau minta maaf karena udah jadiin Tian selingkuhan, tapi dia juga nggak mau lewatin gitu aja tentang permasalahan Tian yang ngelabrak dia dan bikin sebagian kehidupan sempurnanya jadi berantakan.

"Terus, lu apa bedanya sama gua? Bukannya lu juga pas habis putus langsung pacaran sama Jean?"

Ya, betul. Dari sekian banyak kata yang lewat di benaknya, Malik malah putusin untuk nanya mengenai hal itu ke lawan bicaranya dengan niat buat nyerang.

Sementara itu, yang ditanya malah ngangkat sebelah alis. Tian makin heran aja sama omongan Malik yang ngang-ngong-ngang-ngong dan ngalor-ngidul, nggak jelas arahnya ke mana dan udah pasti kalau cowok itu cuma pengen taklukin dia ke dalam argumen dangkalnya.

"The fact is, gua sama Jean itu nggak pacaran. Dari waktu kita masih jadian, udah putus, dan sampe sekarang. Jangan bandingin gua sama lu, jijik tau nggak?"

Nihil rasa bersalah yang singgah di lubuk Tian. Nggak ada penyesalan, dia malah lega bisa ngomong kayak gitu langsung di depan muka Malik yang─argh, dia bahkan udah nggak mau lihat muka itu lagi.

"Kalau lu penasaran kenapa gua ngebohong, gua kasih tau jawabannya, nih. Because you're fucking creepy and sick, you fucking liar, fucking cheater, fucking bastard. Get the fuck off me and don't ever fucking come near me anymore."

Gila, Tian puas banget misuh-misuh kayak gitu. Mana setiap kata yang dia tuturin dikasih penekanan supaya langsung nusuk ke dalam jantung sosok di depannya itu. Malik yang habis diserang habis-habisan kayak gitu cuma bisa bergeming, beneran kehabisan kata. Dia udah skakmat total dan memang harus terima kekalahannya.

Ngerasa nggak ada tanda-tanda balasan dari lawan bicara, Tian buru-buru rapiin barang-barangnya. Dia gendong tasnya yang awalnya lagi istirahat di atas kursi dan sampirin talinya di sebelah pundak.

"Oh, iya, satu lagi. Gua udah maafin lu karena gua udah lupain apa yang kejadian sama kita. Gua juga udah nggak ada hard feelings, jadi lu bisa lanjutin hidup lu aja, asal jangan ganggu gua lagi."

Bersamaan dengan segelintir kalimat itu, konversasi resmi diakhiri dan Tian melangkah pergi.

Edit
Pub: 24 Feb 2022 21:32 UTC
Edit: 24 Feb 2022 21:42 UTC
Views: 2261