KATING ANEH: DUA PULUH TIGA.
️️ ️️
️️ ️️
"Wanna take this downtown" indirectly means "let's fuck", Jean tahu betul tentang idiom yang beberapa waktu lalu diucap Natasha. Sebagai penggemar Niki, dia nggak bisa lupa makna dari sepenggal lirik lagu Lowkey itu. Alhasil, ajakan itu diladenin tanpa pikir panjang. Mereka udah melipir dari lantai dansa dan sekarang ada di lorong yang lebih sepi, dekat toilet.

Di situ, punggung Natasha udah ketemu sama dinding dingin, tubuhnya diimpit sama badan Jean yang jelas lebih besar. Sebelah tangan Jean mampir ke dinding, nempel tepat di samping letak kepala Natasha, sengaja buat jadi tumpuannya.

Bibir keduanya bertautan, mereka lagi bercumbu. Not slowly, but passionately. Gigit-menggigit, pagut-memagut, lumat-melumat, semuanya dilakuin sama mereka, saling bales-balesan kayak lagi perang.

"Mmh!"

Desah yang ketahan mulai menjalar dari bibir Natasha, meskipun dia masih sibuk lahap bibir seksi milik cowok di depannya dengan rakus. Bukannya nihil sebab, masalahnya sebelah tangan Jean yang lain udah bergerak nakal. Nggak cuma elus-elus doang, dia bahkan ngeremes dadanya yang masih kebungkus kain. Itu belum juga cukup, tonjolan yang kerasa tegang dan kecetak sampai keluar baju yang dipakainya diusap kasar.

Ngerasa Natasha mulai berisik, Jean makin gencar sama ciumannya. Dia berusaha bungkam cewek itu dengan cara libatin lidah, sekarang saling membelit satu sama lain sampai liurnya netes, singgah di ujung bibir dan dagu.

Pening. Kepala Jean berat. Dia antara sadar dan nggak sadar sama apa yang dia lakuin saat ini, alkohol udah merayap di saraf-sarafnya, udah mulai kerja giat buat ambil alih sisa-sisa kewarasannya. Dia nggak tanggung-tanggung, habis ngejamah dada Natasha yang nggak bisa dibilang tepos itu, jarinya udah menggerayang di balik selangkangan.

"Ngh ...," Natasha nggak bisa apa-apa selain ngerang. Dia udah becek, apa lagi jari Jean udah usap-usap kasar bagian krusialnya di bawah meskipun masih dari luar celana.

Makin lama, makin pusing, Jean makin jadi-jadi. Sekarang, semua emosinya berkecamuk. Sedih, kecewa, dan marah yang dia rasain udah sampai di ubun-ubun. Hal itu ngefek ke gerik jarinya, dia cepetin temponya, bikin Natasha ah-oh-ah-oh nggak karuan ... sebelum dia berhenti tiba-tiba.

"Hh ... Je?" tubuh Natasha ngegeter, napasnya memburu, dia udah seratus persen basah, tapi Jean malah ngejeda, "why did you stop? Aku udah basah."

Jean nggak langsung jawab, dia mundur dulu selangkah. Tian seketika muncul di dalam benaknya, lewat gitu aja nggak ada permisi atau aba-aba, kayak lagi narik dia untuk berpihak ke sisa kewarasannya yang masih ada.

"Je...?"

He shouldn't do this. No, in fact, he can't do this. Ngewe sama orang lain udah nggak mempan, udah nggak bisa ngobatin rasa sakitnya. Dia udah nggak butuh orang lain, dia udah nggak mau orang lain. Dia nggak pernah ngerasa sebegini putus asa dan serakah selama hidupnya, but he merely wants Tian, it has to be him.

Jean ngerjap pelan, dilihatnya Natasha yang tampak di depannya, lagi pasang muka bingung setengah mati.

"Sorry, I can't do this," setelah ngomong gitu, Jean langsung cabut dari situ. Dia ninggalin Natasha yang udah manggil-manggilin namanya.

"Je? Jean! What the fuck, brengsek lo, Jean!"

Jean masih bisa denger semua umpatan itu, tapi dia nggak peduli. Dia sekarang cuma pengen pulang dan nangisin Tian aja. That's the best choice that he has.

Edit
Pub: 14 Feb 2022 09:49 UTC
Edit: 14 Feb 2022 11:07 UTC
Views: 4709