KATING ANEH: DUA PULUH ENAM.
️️ ️️
️️ ️️
Toko Print Djiwa lagi-lagi kedatangan tamu langganan, siapa lagi kalau bukan Tian dan Jean. Ini yang terakhir kali buat mereka nangkring di situ, mengingat udah H-12 dari tanggal FEB Cup bakal dilaksanain, nggak akan ada lagi perintilan yang harus dicetak.

Semuanya lancar-lancar aja, urusan cetak-mencetak dan urusan hati Jean. Kayak yang dia udah rencanain dari semalam, dia mau bersikap profesional aja. Untungnya, Jean itu tipikal orang yang bisa tempatin diri sesuai situasi. Jadi kalau lagi kerja, ya, dia bakal fokus kerja.

Di sisi lain, Tian masih sedikit-banyak cemas sama Jean yang menurutnya jadi lebih pendiem hari ini. Apa karena dia udah lama nggak ketemu Jean, ya, jadi ada kecanggungan yang nyelimutin mereka berdua? Tian nggak paham juga, dia ngerasa Jean memang beda dari terakhir kali mereka masih ketemu atau ngobrol dengan hangat.

"Makasih, ya, Mbak."

Jean menutur ramah ke mbak-mbak yang nggak ada capeknya ngelayanin mereka, ninggalin impresi terakhir dengan baik, sebelum dia ngelangkah duluan untuk keluar dari ruangan. Tian lekas nyusul, dia jalan berdampingan tepat di samping kakak tingkatnya.

"Gua duluan, ya, Ti," ngerasa nggak ada keperluan lagi, Jean buru-buru pamit, sebelum ditahan lengannya sama Tian.

"Je."

Mau nggak mau, Jean batalin ancang-ancang dia buat jalan ke tempat motornya diparkir. Dia diem di sana, sambil lihatin Tian yang udah natap dia duluan. Nggak ada kata yang keluar, dia bungkam aja, nungguin yang berkepentingan yang ngomong duluan.

"Je ... lu gapapa?"

Sebelah alis Jean jungkit, dia heran sama pertanyaan yang nggak ada angin nggak ada hujan dilontar sama adik tingkatnya itu.

"Maksudnya?"

Sambil nyusun kalimat, Tian tarik napas dalam-dalam. Tangannya masih tetep rengkuh lengan cowok di hadapannya, takut-takut kalau dia bakalan ditinggalin sebelum selesai bicara.

"I don't know, lu kayak beda aja? Kayak murung gitu," akhirnya, Tian mengutarakan pendapat apa adanya, "kalau ada apa-apa, kasih tau gua, Je ... I'm your friend, after all."

Friend, friend, tai anjing, Jean ngumpat dalam hati. Ada secercah emosi yang kepancing di dalam dirinya, minta dikeluarin. Sisi impulsifnya langsung mutusin buat realisasiin itu, tanpa ada kehendak untuk pikir dua kali dulu.

"Sure as hell, kita emang temen. Tapi, Ti, please banget jangan terlalu banyak kepo soal gua. Gua kenapa, gua begini, gua begitu, itu semua urusan gua. Jadi nggak perlu lu pikirin, ya?"

Omongan itu kedengeran kasar di telinga Tian. Dia tersinggung! Gimana nggak? Dia udah khawatir sama Jean, sempatin untuk nanya langsung ke dia, tapi malah dibalas dengan serentetan kalimat penolakan mentah-mentah. Tian nggak habis pikir, dia kesel, tapi dia tetep mau ngelawan ketimbang mundur gitu aja.

"Kok gitu, sih?! Lu udah bantu gua kemaren-kemaren, kenapa sekarang gua nggak boleh bantu lu? I just wanna be a good friend for─"

"Karena gua suka lu!"

Hening.

Tian diem, Jean juga diem. Mereka berdua sama-sama kaget. Tian kaget karena ucapan yang barusan dilesatin kakak tingkatnya itu, yang kedengeran lantang, yang dia pahami maknanya secara lugas. Jean kaget karena dia nggak punya niat sama sekali untuk nyatain cinta. Dalam hati, dia ngumpat banyak banget, rutukin dirinya sendiri yang udah bego bukan kepalang.

"Hah...?"

Tapi udah terlanjur basah, Jean sekalian aja jadiin momen nggak enak dan mendadak ini sebagai ajang ungkapin perasaan.

"Gua suka sama lu, Ti. Selama dua minggu ini, gua udah hidup lumayan tenang. Gua udah nggak segalau waktu pertama kali gua tau lu jadian sama Malik. Lu waktu itu nanya, 'kan, gua galau kenapa? Itu galauin lu."

Speechless banget, Tian nggak bisa apa-apa selain cengo dan melongo. Tangannya yang semula masih singgah di lengan Jean, perlahan-lahan dilepasnya. Sekarang, dia udah kayak patung, cuma bisa berdiri kaku di titik pijaknya.

"Jadi, kalau lu tanya kenapa, kenapa lu nggak boleh kepo, jawabannya itu. Gua suka sama lu, jangan bikin acara move on gua gagal, Ti."

Jean puas, dia lega bisa ngomong itu semua tepat di hadapan muka Tian. Dia nggak kepikiran untuk pertimbangin ulang pilihan kata yang dia pakai. Kalau itu bisa bikin Tian sakit hati, then let it be. Kalau itu bisa bikin hubungan pertemanan dia dan Tian jadi rusak, then let it slide. Bagi dia, yang terpenting sekarang adalah urusan hatinya dulu.

Di sisi lain, Tian masih nggak nyangka. Dia nggak pernah peka kalau Jean itu suka sama dia. Dia pikir, Jean cuma mau temenan baik dan akrab aja sama dia ... ternyata, sejauh itu? Tapi ada beberapa bagian rasional di dalam otaknya yang mau nyanggah. Ini bukan salah dia, sakit hati yang dirasain Jean bukan tanggung jawab dia. Dia aja nggak tahu kalau cowok itu suka sama dia, terus kenapa sekarang dia seolah-olah jadi pihak yang brengsek karena udah nggak ngebales perasaannya?

"Here, lu harus tau dulu kalau gua nggak pernah berniat buruk. I never mean any harm, gua bahkan nggak tau kalau lu suka sama gua."

Tanggapan yang dikasih Tian sukses bikin atensi Jean tertuju ke arahnya, nunggu kalimat berikutnya yang kira-kira bakal disampaiin sama cowok manis itu.

"Jadi, jangan bikin gua kesannya kayak orang brengsek, Je ... why the heck didn't you confess ke gua dari jauh-jauh hari?"

Ketawa. Iya, Jean ketawa. Dia ketawa, tapi pelan doang. Dia antara ketawain pertanyaan yang barusan dia denger dan ketawain dirinya sendiri yang nasibnya jelek banget. Habis ketawa, dia campakkin napas berat-berat. Kalau boleh jujur, dia pengen banget misuh sekenceng-kencengnya. Situasi kayak gini bikin kepalanya pusing dan hatinya nyeri luar biasa.

"Apa ngaruhnya emang?" intonasi Jean dibawa menurun, nggak mau orang-orang yang berlalu-lalang ngeh kalau mereka lagi beradu argumen.

"Apa ngaruhnya kalau gua confess? Lu sukanya sama Malik, bukan sama gua."

And that's it, that's the closure. Jean beranjak dari situ, dia buru-buru pakai helm hitamnya selagi Tian diem di tempat. Tian kehabisan kata-kata, dia kalah dalam perdebatan ini. Alhasil, dia cuma bisa nyaksiin Jean tancap gas semaksimal mungkin, ninggalin dia bersama segala kekacauan pikirannya.

Edit
Pub: 15 Feb 2022 08:38 UTC
Edit: 15 Feb 2022 09:17 UTC
Views: 4018